Sekitar pukul 9
malam, Budiman gelisah menatap jam dinding
yang
jarumnya terasa
lambat berputar. Dia
sosok laki·laki usia 50 an,
sangat berwibawah,
maskulin yang sayangnya
sampai usia begini
masih melajang. Dan kelihatan agak susah mendapatkan wanita.
Teman·teman
Budiman sering kali
mempertanyakan
keberadaannya
yang sendirian. Atau apabila ada yang berkunjung ke
rumahnya, akan
ada saja komentar kalau 'ruang ini akan lebih hidup
kalau ada
sentuhan wanitanya'. Budiman
sekarang hidup sendiri,
dengan rumah yang
dibelinya sendiri yang berdiri nyentrik beruansa
gothic, di
kawasan sepi di pingiran kota.
Anak·anak
sekitar simpang, agak
segan melihatnya. Walau
Budiman kadang kala
- kalau tidak sibuk, mau juga main gitar atau
main kartu
dengan Fizal, Ahmad,
Simas dll yang
merupakan
tetangga·tetangganya. Dan
kadang·kadang, pemuda·pemuda
tanggung itu,
malah asyik ngobrol
dengan Budiman di
terasa
rumahnya yang
memang nyaman.
Kalau
sudah begini, Yenny
lah yang repot
menyiapkan
minuman dan
makanan bagi mereka.
Yenny adalah pembantu
rumah tangga
yang kerja dari
pagi hingga jam 8 malam
di rumah
Budiman. Belum
tua, namun juga
sudah tak muda.
Suaminya
tinggal tak
jauh dari rumah
Budiman, dan anaknya
kebanyakan
diurus oleh ibunya. Yenny
yang bertugas membersihkan
rumah,
memasak dan
mengurus rumah serta pekarangannya untuk Budiman.
Walau pada
hari libur, Budiman
juga sering berkebun.
Dia suka
menanam segala
jenis tumbuhan eksotik
seperti bonsai, adenium
atau
anggrek. Koleksi teratainya juga banyak
di halaman belakang.
Dengan
kondisi seperti itu,
wajar kalau orang·orang
mempertanyakan kelajangannya. Budiman
tampan, perawakannya
tinggi besar,
dengan wajah seimbang
dan rambut hitam
pekat.
Tatapan mata
tajam dengan rahang
yang terkesan keras,
apalagi
Budiman agak cenderung membiarkan
bulu·bulu wajahnya tercukur
hanya sebahagian.
Kesannya, dia bagai
seorang yang sangat
berwibawa yang
pasti dapat dengan
mudah menaklukkan wanita
manapun.
Benarkah:
Sekarang
dia melirik arloginya
sendiri. Dandanannya sudah
rapi, wangi dalam
balutan kemeja lengan pendek kotak kotak biru,
dengan bawahan
jeans biru belel
yang melakat padat
di kaki
besarnya. Jelas dia gelisah.
Tak
lama, Budiman bergerak
ke garasi dan
dengan wajar
mengeluarkan mobil
dari tempatnya. Sampai
di jalan, dia
turun
berbalik untuk
mengunci pintu rumah dan pagar. Yenny
sudah lama
pulang. Jadi, rumahnya sekarang kosong.
Tak
lama dia sudah
mengendarai mobilnya menuju
suatu
tempat. Dia
menuju sisi kota
yang lain, agak
ke arah Bukit.
Komplek Perumahan
Setia Budi. Komplek
yang dihuni kelompok
masayarakat menengah
ke atas. Kompleks
ini tampak lenggang
pada saat
seperti ini. Lampu·lampu
jalan klasik tampak
menghiasi
semua sisi
jalan. Sangat indah. Taman·taman kecil hampir muncul
di setiap sisi
rumah. Tak ada barang spetakpun tanah
kosong yang
dibiarkan. Benar·benar tempat hunian yang nyaman.
Dan Budiman memarkirkan mobilnya tepat di
Blok 4 · No. 15.
Seorang wanita
manis berperawakan kecil
sudah menunggu dengan
tersenyum. Pagar
terbuka, dan Budiman
memarkirkan mobilnya
langsung ke
dalam garasi yang
memang muat untuk
beberapa unit
mobil - seperti
show room mini saja.
"Sudah lama Fin:" Budiman melangkah
memasuki ruang tamu.
"Cak juga, paling 15 menit.. Dimas agak
susah ditidurkan..."
Jawab wanita
mungil bernama Fini ini. Fupanya
dia baru saja
menidurkan
anaknya, Dimas.
Budiman masuk
dan pintu dibiarkan
terbuka. Agak remang
disini, bathinnya.
Saat Fini berbalik bermaksud menemani Budiman
duduk. Saat
itu juga
Budiman berbalik dan
langsung memeluk Fini
erat dan
merengkuhnya dalam
kecupan ganas membabi
buta. Fini tak
sempat mengelak.
Dan hanya terlihat
pasrah dalam rangkul
Budiman yang
memang bertubuh jauh lebih besar dari Fini.
Nafas
keduanya sangat memburu.
Pelukan·pelukan tangan
kekar Budiman
yang mulanya meremas
pantat montok Fini,
kini
berpindah ke
lengannya, sementara mulutnya
berusaha mengecup
payudara Fini
yang mulai membusung.
"Pin..tu, Bud..." rintih Fini.
Enggan,
Budiman melapas Fini
untuk bergerak ke pintu dan
menguncinya dari
dalam. Lalu dengan tak sabar dia
menyerbu Fini,
menangkapnya seperti
bola dan merebahkannya
di sofa kuning
gading mewah,
yang menerima hempasan
badan kedua insan
manusia itu
dengan enggan.
Tangan,.
yah tangan. Tangan·tangan keduanya
saling
berbalut. Fini
mulai tak mau diam digasak
Budiman. Tangannya
mulai berani
menarik sabuk di pinggang Budiman.
Budiman
membiarkannya dengan
bertumpuh pada lutut.
Dan entah tangan
yang mana lagi,
mulai mempereteli kancing kemeja Budiman.
Sedang
Budiman juga tak
mau kalah, dia
malah sudah pada
tahap melepas
pengkait Bh Fini.
Kimono yang tadi dikenakan Fini
sudah teronggok
malas di lantai.
Dan sekarang tangan
Budiman
yang satunya
mulai menyusup ke
dalam celana dalam
Fini. Jari
tengah Budiman
mulai menyentuh lapisan
daging membusung yang
agak
berambut.
"Ssssssshhhhhhhh..." Fintih Fini
menahan gejolaknya.
"Hhhhhhhhhhhhhhhh "
desah Budiman kala
tangan Fini sudah
menggenggam
rudalnya yang sudah tegang abis.
Fini di bawah
tindihan Budiman menggigit
dada putting di
dada Bidang
Budiman. Sementara Budiman
sekarang asyik
menusuk·nusuk
lembut lubang sempit dengan jari tengahnya.
|ata
liar Budiman melirik
ke bawah, ke lubang sempit gelap milik Fini.
"Kau besar sekali Bud.." Erang Fini.
"Hmmmm. kau sangat sempit.." Balas
Budiman.
"Aku takut..." biskk Fini manja.
"
Kau sudah pernah
melahirkan.. Punyaku tak
akan terasa
terlalu menyakitkan.."
Budiman ngotot.
"Aku
melahirkan lewat bedah.."
Fini menjelaskan. Sambil
mengocok keras
rudal Budiman, membuat
Budiman merem melek
keenakan, dan
mencongkel lebih dalam lubang Fini.
"Berarti
Dimas sayang papanya.." Bisik
Budiman. "Dia jaga
betul lubang
papanya..."
"Pokoknya aku
takut... jangan malam ini.." Fini
menggeleng, dan
tangannnya semakin bersemangat mengocok rudal
Fini.
"Kau selalu begitu.. Aku sudah tak
tahan.." Balas Budiman.
"Biar kuoral saja.."
Dan Fini mulai
turun dari sofa.
Budiman membiarkaan dan
membalik badan.
Sekarang dia yang
rebah terlentang. Pahanya
berbulu lebat
dengan rudal gundul
- suka dicukur,
dan sekarang
terbuka lebar.
Fini jongkok dan
membelai paha perkasa
itu. Lalu
tanpa ragu·ragu,
mulut kecilnya langsung mengulum rudal luar bisa
milik Budiman.
|ulut mungil itu
kepayahan mengisap rudal
besar
Budiman.
Budiman
menggelinjang hebat. Dia
bertekad untuk tidak
sampai ejekulasi
di mulut Fini. Harus malam ini..
Tekadnya.
Dan
benar saja.. Berlalu
15 menit Fini
beraksi.. Fudal
Budiman masih
mengacung.. Agak miring ke kanan
seperti menara
Pisa. Bibir
Fini sudah sedikit
dower gara·gara kebanyakan
menyedot precum
Budiman. Sementara tangannya
sudah pegal
mengocok rudal
besar itu. Maksudnya, kalau mengocok
rudal yang
ukurannya bisa
pas digenggamannya itu biasa, gak
bakal
semelelahkan ini,
tapi rudal Budiman memang lain.. Belum pernah
Fini melihat
rudal 'K' sebesar ini. Panjang, keras,
dan besar.
"Aku capek Bud.." Erang Fini.
"Aku masih belum keluar
sayang..." rengek Budi.
Lalu Budiman berdiri dan sekonyong koyong
mengangkat tubuh
telanjang Fini.
Kali ini digendongnya
terus sampai ke
kamar Fini.
Lalu dengan
tidak memperdulikan pintu,
Budiman merebahkan Fini
di ranjangnya.
"Bud.. Kau mau apa:" tanya Fini
ragu·ragu.
"Aku inginkan kau sayang.."
"Kau mencintaiku:"
"Apakah
itu yang kau
harap aku ucapkan
agar aku
mendapatkannya..:"
"Aku butuh kejelasan.."
"Aku
akan memberimu kenikmatan..
aku tidak bisa
berjanji
lebih.. Aku takut
berkomitmen.."
"Kau hanya ingin tubuhku..."
"Kau juga menginginkan aku..."
"Aku tak serendah itu.." Desis Fini
judes...
"Hehehe.
aku lebih tinggi
dari pada kamu,
sayang.."
Budiman mengedip.
"Dasar!....."
"Aku
akan jongkok" dan
benar saja, Budiman
mulai
berjongkok. Dan
kali ini, dihadapannya
terpampang paha mulus
putih licin
mengkilat milik Fini..
Dan di atasnya.
agak berambut,
seonggok daging
tebal menggairahkan.. Terlihat lembab dan sangat
beraroma.
Budiman
membenamkan mukanya ke
gundukan daging
kemaluan Fini...
Fini
menggelinjang... Namun kakinya
terbuka makin lebar.
tangannya sibuk
menjambak rambut Budiman.
"Aku jilat yah..." goda Fini..
"Hiiiiiiiiiiiiiyaaaaaaaaa..." belum
selesai Fini mengerang,
dirasakannya sapuan
lembut basah lidah
Budiman di sela·sela
gundukan daging
kemaluannya. Lidah Budiman
dengan pasti
membelah laut
merah Fini.. Dan mulai menusuk ke sana ke mari di
dalam lubang sempit
itu.
Tangan
Budiman bergerak lincah
mencari·cari kedua putting
susu Fini.
Dapat! Keduanya langsung
mengeras. tanda sudah
pengen. Jari
jempol dan telunjuk
Budiman mulai menunjukkan
kebolehannya..
"Dh... lebih keras..." jerit Fini...
"Aku tak tahan lagi..."
"Aku masukkan yah..." pinta Budiman..
"Jangan..." Fini ragu·ragu.
"Atau kau mau kuperkosa.." Budiman
mengedipkan mata.
Fini
melotot.. Namun tangannya
merangkul pinggang
Budiman.
Budiman agak berdiri sekarang.
Ditariknya
kaki Fini sampai
kemaluan Fini pas di depan
rudalnya..
Matanya
menatap mata Fini
meyakinkan. Fini agak
takut..
Namun agak
merasa tentram melihat
mata elang Budiman.
Perlahan...
Budiman menarik lagi kaki Fini, sehingga
sekarang sebahagian
tungkau Fini
sudah menjulur ke
bawah. Dan kemaluan
Fini pas di
sudut sisi
ranjang. Sementara itu,
Budiman sudah berdiri
dengan
sebelah tangan
menggenggam rudal 'K'nya siap·siap diluncurkan ke
sasaran sarang
belut Fini.
"Jangan..." elak Fini lagi.
"Tahan sedikit..." balas Budiman.
Sekonyong
konyong, ditariknya pinggang
Fini mendekat. Dan
dengan sedikit
menekuk lutut, Budiman menghujamkan rudalnya ke
aarah kemaluan Fini.
"SSSSSSSSSSSAAAAKÌT..." Fini berusaha
memundurkan
pantatnya. Tangannya bertumpuh pada ranjang.
Tapi Budiman mulai merasakan sensasi nikmat
teramat sangat
saat kepala
rudalnya menyerodok masuk
ke dalam lubang
sempit
Fini.. Baru
sebatas kepalanya saja.
"Ìya.. Tahan Fin..baru kepalanya.."
Erang Budiman.
"DH..
Ampun..Bud.." Fini ketakutan.
Pahanya berusaha
menutup. Tapi
tentu saja, paha
Budiman lenih kuat
menekan
keduanya ke sisi
ranjang.
Dan tiba·tiba lagi,
Budiman menyodok sangat
keras,
sementara
tangannya agak mengangkat pantat Fini ke arahnya.
"Aduhhhhh... Ampun..." jerit Fini..
Budiman
menahan nafas.. Meresapi
nikmatnya kemaluan
perempuan ini.
Kali ini Budiman
mulai rebah.. menindih
Fini.. Bertumpuh
dengan siku·siku
dan lututnya, Budiman menyodong badan Fini agak
ketengah ranjang,
sengan rudal yang
masih separuh masuk..
Keduanya bergeser
agak ke tengah..
Budiman
menciumi bibir Fini..
memainkan lidahnya di
dalam
mulut Fini.
Fini
mulai merasakan kemikmatan.
Pelan·pelan, rasa sakit
yang menjalar
di kemaluannya berubah
menjadi kenikmatan tiada
tara. Dan
dia mulai merangkul
Budiman. Ìngin merasakan
dada
Budiman menempel
di dadanya..
"Masukkan semuanya Bud..." pintah Fini.
"Tunggu..." Budiman
malah agak menarik
rudalnya..
Kemaluan Fini itu tertarik.
dan pantatnya penasaran
turut
dinaikkannya, seakan·akan takut rudal itu akan lepas meninggalkan
lubangnya.
Pada
saat itu... sangat
keras.. Budiman menghujamkan
rudalnya ke
bawah..
"AHHHHHHHHHHHHHHH..." Fini berterik
keenakan..
"Dhhhhhhhhhhhhhhhhhhh" Budiman
mengerang dan
gemetaran.
··········
No comments:
Post a Comment