Di luar
hujan mulai turun..
Suasana semakin dingin
di kamar
Fini. AC biasanya makin dingin kalau hujan. Tapi kedua insan lain
jenis tersebut
semakin panas saja
bergulat mereguk kenikmatan.
Keduanya sekarang
malah sudah sangat berkeringat.
Budiman tampak
punggungnya yang hampir
menutup seluruh
badan Fini yang ditindihnya di
bawah. Sementara Fini sibuk
mencakar punggung
Budiman dengan ganas.
Sekali·kali Fini
melingkarkan kakinya
ke paha kekar
Budiman seakan akan ingin
Budiman memasukinya
lebih dalam lagi.
Budiman sebaliknya
tampak tak
letih letihnya mengayunkan
pinggangnya dengan lincah
ke selangkangan
Fini. Kadang kadang
suara suara seperti
closet
mampet muncul akibat
tarikan·tarikan rudal Budiman.
Tiba·tiba keduanya
menghentikan gerakan, dan Fini
memalingkan
mukanya ke arah pintu. Budiman juga..
Keringatnya
masih mengucur
deras turun ke
jakunnya lalu menitis
di badan
Fini..
"Dm.. Dm
kok diatas mama:...
"tanya suara mungil
milik
Dimas. anak Fini. Fupanya
suara hujan membangunkannya. Dan
anak yang
ketakutan ini bermaksud
mencari ibunya, yang
ternyata
sedang
bersenggama dengan pacar barunya Budiman. Yang selama
ini dikenalnya
sebagai Dm. yang
baik, yang suka
bawa oleh·oleh
kalau datang.
"Eng... karna
Dm sayang mama..."
jawab Budiman
tersenyum.. Fudalnya
masih nenancap kokoh..
Sejenak dia
berpikir, apakah
bijaksana mempertontonkan adegan
dewasa ini di
depan anak 1
tahunan: Namun, nalurinya yang lain
berkeras untuk
melampiaskan kemikmatan
yang sudah susah
payah selama 1
bulan
ini ditahannya,
dan ketika baru
saja berhasil mendapatkannya dari
Fini, janda
cantik yang dikasihinya,
sudah harus diputus
di tengah
jalan.
"Cak sakit Ma..:" tanya Dimas lagi.
Fini tersenyum
malu.
"Cak bakal
sakit, Dm gak
bakal nyakitin mamamu.." Jawab
Budiman.
"Dimas
takut... ada petil.."
"Jangan
takut Dimas.." Dan Budiman mulai
menarik rudalnya
sedikit sebelum
menghempaskannya dengan nikmat.
Sementara
Fini susah payah
menahan ekspresi liarnya agar tidak terlalu terlihat
anaknya Dimas.
"Kalau digoyang
begini, mama akan keenakan Dimas.." Jelas
Budiman gokil.
Dan benar
saja, dia mulai
menggoyang pantatnya yang
juga
berbulu maju
mundur. Fini hanya
bisa merintih pelan
tanpa tahu
harus bagaimana
membalas serangan Dimas..
"Dimas bantu
yah..." Dimas maju ikut menyorong·nyorong
pantat Budiman.
Dan Budiman mulai
tertawa saat merasakan
tangan mungil
Dimas mendorong dorong
pantatnya yang sedang
menghujam·hujam ke
selangkangan Fini, Ìbu Dimas. "Cila,
aku
mengauli Fini
dengan dibantu anaknya " pikir Budiman.
"Dimas juga
sayang mama.." Kata Dimas polos.
Dan lama·kelamaaan, goyangan
Budiman semakin cepat.
semakin ganas
semakin tak beraturan..
Sementara Fini makin
kepayahan dan
mulai mengerang keenakan..
"Ayo Dm... Terus.." Dimas menyemangati.
Budiman tak
sempat grogi, karena
dirasakannya ada yang
mendesak melecuti
rudalnya. Terakhir kali ditariknya
rudalnya dari
lubang Fini
dan disorongkannya kembali
dengan sangat teramat
kuat.. Sambil
mengerang.
Crooooot..crootttttttttt...
Ejekulasi Budiman
lama.. Sekitar 1D semprotan cairan kental
putih sampai
menetes di ranjang
Fini. Lalu dia
rebah di atas Fini
tanpa berani
menarik rudalnya dari
lubang Fini. |alu
dilihat
Dimas.
"Dm.. Ada
yang bocol." teriak Dimas
Budiman ngerti,
pasti spermanya tumpah..
Dengan enggan
dia menarik
rudalnya dari lubang
Fini yang sekarang
sudah bonyok
betul bentuknya.
Dan rudal panjang
besar yang sudah
agak lemas
itu sekarang
terlihat basah menggantung
di antara kedua
paha
besarnya.
"Ìh..
Jolok.." Dimas tergidik melihat rudal yang mirip terung
dibakar itu
berleleran sperma kental yang masih menetes netes.
Fini segera bangkit
dan mencari pakaiannya di ruang tamu.
Saat masuk.. Kembali
ke kamar, di dapatinya Budiman masih
telanjang bulat,
dan rudalnya sudah
sangat tegang lagi..
Karena
rupanya Dimas
sudah asyik maik·main dengan rudalnya..
"Punya
om besar yah.."
"Punya Dimas
juga nanti kalau
sudah besar pasti
besar
juga.."
"Sekarang tidur
yah.."
Dan Fini
buru·buru segera mengangkat
Dimas dan
memarahinya, lalu
ditemaninya sebentar Dimas sampai benar·benar
tidur. Pikirannya
masih was·was menilai
apa yang barusan
dilakukannya dengan
Budiman. Kemudian bakal
apa dampaknya
bagi Dimas
yang masih kecil.
Apakah hal ini
akan menyebabkan
trauma.. Dia
masih ingat bagaimana
tadi Dimas terlihat
sama
bersemangatnya
dengan dia main·main dengan rudal Budiman yang
memang luar biasa.
Namun, disaat itu
juga dia masih dapat merasakan kenikmatan
luar biasa
yang didapatnya dari
Budiman. Dia masih
merasakan
gairah wanitanya
dengan laki·laki yang
sangat laki·laki itu.
Pikirannya masih
tak bisa lepas membayangkan rudal besar panjang,
badan tegap
sempurna, paha kokoh
berbulu yang mampu
menghujamkan rudal
dengan pasti. Dia
masih teringat gairahnya
saat Budiman
mencium putting susunya.
|emikirkannya saja
membuatnya merasa
saat ini putingnya mengeras.
Sekitar 10 menit
Fini menidurkan Dimas.
Di kamar
Fini, Budiman asyik
membelai rudalnya yang
masih
basah dan
lengket. Fudalnya masih saja tegang..
Karena dia masih
membayangkan tubuh
mungil Fini yang
barusan ada di
bawah
pelukannya. Dia
masih membayangkan gundungan
merah jambu
yang menggiurkan di antara pinggang padat milik Fini.
Juga masih
diingatnya jelas
payudara membusung tidak
terlalu besar milik
perempuan itu.
Payudara Fini, Tidak
terlalu besar namun
masih
sangat ketat.
agak seperti agar
agar kalau disentuh,
lembut, tapi
keras.. Kau tahu
maksudku.
Sekali·kali mata
Budiman menatap langit·langit
kamar putih
yang sangat
bersih itu. Dia
masih ingat juga
dan masih grogi
membayangkan Dimas
yang tadi membantunya
menggoyang Fini.
Fasa serba
salah tak pelak
lagi menerjangnya. Dia
agak nyengir.
Tapi, dasar
Budiman, memang dia
agak susah menahan
nafsunya
kalau sudah
pengen. Apalagi seperti
tadi, menjelang separuh
ronde.. Sedang
panas·panasnya.
Pelan, dikocoknya
rudalnya yang memang masih tegang.. Dia
mengerang·erang
pelan menikmati tanganya sendiri.
Dan pintu
terbuka.
Fini terbeliak
melihat lekaki yang
sangat laki·laki itu
sedang
onani di
depannya. Tak pikir panjang, dia
mendekati Budiman yang
kelihatannya tidak terusik. Dan langsung saja, Fini balik mengunci
pintu. Tak ingin kejadian
seperti tadi terulang
lagi. Lalu, dia
meloloskan tubuh
mulusnya dari baju tidur yang
belum ada
setengah jam dipakainya
kembali.
Budiman menyambutnya. Fini
mulai duduk di
atas Budiman.
Tangan Fini
menuntun rudal Budiman
yang sudah tegak
sekali ke
sela·sela pahanya.
Dan tanpa ragu·ragu
kali ini dia
mendudukkan
pantatnya dalam diam..
Bless. kali ini rudal Budiman terasa lebih lancar
menerobos
kemaluannya. Walau
masih terasa sangat
ketat dan perih
bukan
main,.. Cairan
kemaluan Fini mengimbanginya dengan
mengucur
deras.
Tangan Budiman
menggenggam kedua tangan
Fini. Dan Fini
mulai naik
turun di atas
rudal Budiman. Keduanya
berpagutan.
Budiman memindahkan
tangannya ke pinggang Fini,
membantunya
menyamakan irama
dengan sodokan pantatnya
ke atas ke
bawah.
Tiap kali Budiman
menarik pantat ke bawah, maka ditariknya pantat
Fini menjauh
ke atas. Dan
setiap Fini turun
ke bawah, Budiman
menyorongkan selangkangannya memasukkan
rudalnya sedalam·
dalamnya ke
dalam lubang Fini..
Dan Fini pun
menjerit lirih..
Sementara Budiman
mulai menggeram buas.
Dan sekonyong
konyong, Budiman memeluk
Fini kuat. Fini
menyambut pelukan
Budiman. Budiman menyentakkan kakinya
dan
mulai berdiri
dengan Fini dalam gendongannya. Budiman
turun dari
ranjang. Lalu menggendong Fini ke arah dinding. Disitu, Fini habis
diserbunya. Fudalnya
menyerang dengan sangat
teramat ganas...
Fini semakin kepayahan.
|ulut Budiman tak lagi mencari·cari bibir
Fini. Karna
kali ini kepala
Fini hanya pas di bawah
dagunya.
Konsentrasi lebih
diarahkannnya pada serangan
rudal. Bonyok..
Ìtu kata
yang paling pas
kalau mengingat kondisi
kemaluan Fini
sekarang..
Dan Budiman
adalah singa ganas..
Tak capek·capeknya dia
mengayunkan rudalnya
semakin capat dan liar. Fini
juga berusaha
mengimbangi
dengan goyangan pinggul maut dan isapan·isapan dari
dalam kemaluannya.
Sesekali digigitnya
dada tegap Budiman
yang
pas di mulutnya.
Saat Fini
menggigit, Budiman akan
mengeram dan menyodok
semakin gila.
Begitu terus.. Sampai..
Tak tahan, Budiman
menghempaskan lagi
Fini di ranjang dan menyerangnya dari atas.
Begitu
terus, sampai keduanya mandi keringat
dan mencapai
puncak kenikmatan
kedua bersama sama.
Lalu hening.
Fini berbaring di
pelukan Budiman. Kepalanya
mantap berbantalkan
dada Budiman. Budiman
membelai
rambutnya.
"Aku
mengkhawatirkan Dimas.." Bisik Fini pelan.
"Hmmmm."
"Kita kurang
perhitungan.."
"Aku
tahu."
"Kau tadi tidak
berhenti.."
"Kau juga
menginginkannya"
"Aku tak bisa berontak" Fini
protes, "kau sangat
besar
menimpahku."
"Kalau kau
berontak, Dimas malah
mungkin mengira kita
berantem"
"Aku
malu.."
"Aku
juga...."
"Apa
malumu.:" Fini heran.
"Apa aku
tak tahu malu,
karna saat aku
menyodok punyamu,
anakmu malah
membantu mendorong pantatku!" tukas
Budiman
sengit.
"Lalu,
mengapa kau tak berhenti:"
"eh.. "Budiman berpikir sejenank, " karna
kau terlalu indah
untuk ditinggalkan."
"Kau ingin
menikahiku: Janda anak satu:" tanya Fini.
"Kita bicarakan
belakangan, ok. Aku belum siap"
"Atau kau
hanya inginkan badanku saja:"
"Ìni sudah kita
bicarakan sebelumnya"
"Yah.. Aku ingin
kepastian.."
"Kalau kau
tanya aku sekarang,
aku belum siap.
Tapi kalau
kau ingin tahu,
aku sangat mencintaimu."
"Lalu, apa
yang kau tunggu:" Sekarang kaki Fini mulai naik ke
sela·sela paha
Budiman. Budiman memeluk
kaki itu dengan
kakinya.
"Aku belum
siap, hanya itu.
Aku tak menunggu
siapa·siapa.
Kau pikir
aku tak risau
dengan usiaku yang
sekarang sudah kepala
tiga tapi
belum juga punya
pendamping: Aku juga
bosan dianggap
homo oleh
teman·teman lamaku yang
rata·rata sudah punya
anak
dua tiga
orang. Aku tahu apa yanga da di pikiran
mereka. Aku tahu
mereka curiga..Kujelaskan padamu.
Aku memang
tak tahu
bagaimana merayu
wanita." Budiman melingkarkan
tangannya di
tubuh Fini. Dan
dagunya perlahan menyentuh leher Fini.
"Kau mau aku
terharu dengan ceritamu:
"Aku tak inginkan apa·apa
Fin! Aku tak
bermaksud
mempermainkanmu. Aku hanya menuturkan apa yang sekarang aku
pikirkan. Ìnilah aku,
kalau tak bisa menerima aku apa adanya, aku
malah semakin
ragu untuk melanjut berkomitmen"
"Kau mulai
membuatku tersinggung, seakan
aku wanita
murahan yang
mau saja main
seks dengan setiap
laki·laki" Fini
merajuk. Namun
tangannya justru mulai
membelai selangkangan
Budiman.
"kau tahu
bagaimana pandanganku terhadapmu! Kau
tahu aku
setengah mati
menunggu untuk dapat
berhubungan badan
denganmu. Sudah berapa lama kita berhubungan:"
"Kukira sekitar
setahun"
"Dan kau
janda"
"Lalu:"
"Tapi aku
baru dapat benar benar memilikimu malam ini, Fin.
Ìtu pun
dengan setengah memaksa.
Lalu kau rasa
bagaimana
pandanganku selama
ini padamu: Aku
bukan hanya sekali
ini
berhubungan
dengan wanita, jujur saja. Aku
pernah beberapa kali
berhubungan seks
dengan wanita·wanita mantan
pacarku. Bukan
maksudku
merendahkanmu. kau tahu, kau pribadi
yang istimewa"
"Mungkin kau
beranggapan aku selama ini pura·pura menahan
diri tidak menginginkanmu:"
Budiman diam
sejenak. Lalu dia tersenyum menggoda,
sambil
menjawil benda
mungin di selangkangan Fini dengan jarinya.
"Atau memang
benar begitu.. Sayang.." Kata
Budiman
nakal.
Belum sempat
Fini menjawab, Budiman
sudah membopong
badan mulus mungil
itu ke pelukannya.
Fini tertawa,
sewaktu Budiman membawanya
dalam
gendongan menuju
kamar mandi. DÌ
dalam, pelan·sangat lembut,
Fini direbahkannya
di dalam bath tub. Lalu, sama hati·hatinya
dia
masuk ke
dalam bath tub
yang langsung saja
terasa sempit. Dan
tangan Budiman
mulai menghidupkan pancuran
air panas dan
dingin.
Tak lama
sambil terus ngobrol.
Keduanya sudah berendam
dalam bath tup
yang mulai berasap.
Kaki Fini
nakal mengepit rudal
Budiman yang sudah
ngaceng
lagi. Sementara Budiman rebah disisi lain dengan
kaki terbuka dan
tangan di
letakkan di atas pinggiran bath
tub. Dia menikmati
kocokan kaku
kaki Fini pada
rudalnya yang sudah
semakin
membengkak.
Tak sabar tak
juga orgasme, Fini mulai memainkan tangannya
mengocok rudal
kesayangnya. Dikocoknya rudal itu dengan
cepat
dan ganas.
Budiman hanya meringis
keenakan tanpa sekalipun
berusaha menghentikan
Fini.
Hingga akhirnya
Budiman mengejang keras dan
memuntahkan
cairan kental
spermanya yang juga
masih sama banyaknya
dari
ujung mulut
rudalnya. Budiman berguman
tak jelas ketika
Fini
masih saja
mengocok dan memeras
rudalnya sampai tetesan
yang
penghabisan.
Sebahagian sperma
Budiman sampai menempel di badan Fini.
Fini menggosoknya
ke badannya dengan
tangannya, seakan sperma
itu adalah lulur
yang akan memuluskan badannya.
Kemudian keduanya
mandi bareng, Budiman
menyabuni Fini,
demikian juga
sebaliknya. Paling semangat
Budiman saat
membersihkan bagian
terlarang Fini yang sudah bonyok gak karuan.
Bentuknya kini
agak melar tidak
seketat sebelumnya. Caris
pembelah kedua
gundukan bukit kemaluan
itu sudah semakin
jelas
sekarang. Sesekali,
digosoknya dengan sabun,
benda
menggairahkan itu.
Nakal, Budiman kadang
berhenti untuk
menjawil kelentit
mungil milik Fini, yang kontan saja membuat Fini
mendesis seperti
orang kepedasan.
"Aku tak
akan melupakanmu Bud!"
"Aku akan
membahagianmu."
"Tapi kau
tak mau menikahiku.."
"Bukan berarti
aku tak bisa membahagiakanmu.. Berapa
kalipun kau minta
aku setiap malam, akan aku sanggupi.." Budiman
tersenyum mesum.
"Enak
saja.." Fini mencubit rudal Budiman gemas
"Aduh......"
Budiman tersentak kaget tak menyangka akan
di cubit Fini
sekeras ini.
"Aduh. Aduh."
Budiman sibuk memeriksa
rudalnya yang
lemas dengan hati·hati..
Fini tertawa geli..
Fini bangkit
duluan meninggalkan Budiman
yang masih
kesakitan memeriksa
kemaluannya. Dia melilitkan
handuk ke
badannya dan mulai
mengeringkan badan.
Fini rebah
di ranjang, walau
dia merasa enggan
untuk
memakai kembali
pakaiannya. Hanya menutupi
tubuhnya dengan
selimut. Dirasakannya masih
menginginkan kenikmatan dari
Budiman, laki·laki
palaing laki·laki·laki yang
pernah mengerjainya.
Agak malu dia menikmati
sensasi sedikit diperkosa
oleh laki·laki
kasar berkemaluan
besar seperti Budiman.
|ulai pikirannya
membandingkan Hendra
mantan suaminya yang
meninggal dua
tahun yang
lalu dengan Budiman
yang baru akrab
dengannya
setahun ini. Segalanya, mulai dari badan Hendra yang tidak
sebesar
Budiman. Wajah Hendra yang imut·imut putih mulus
dengan wajah
Budiman yang
cenderung kasar, namun
justru kasarnya kulit
wajah
Budiman membuat Fini
merasa benar·benar di gagahi. Artinya, dia
tidak menyesal
menyerahkan tubuhnya pada
Budiman. Dia
menginginkannya. Kemudian,
tak terhindarkan, dibayangkannya
tubuh tegap
Budiman yang begitu
maskulin menindihnya.
Dirasakannya bulu·bulu
wajah Budiman yang
kasar menempel di
wajah dan
lehernya yang lembut.
Kekontrasan yang mungkin
terlihat saat
tubuh besar tegap
Budiman yang berkulit
agak gelap
terbenam dalam
pelukannya yang mungil.
Apalagi saat rudal
Budiman dengan
tak kenal ampun
menerobos liang senggamanya
yang terlalu kecil
untuk ukuran Budiman.
Dan belum sempat
dia menghayal lebih lanjut.
....
No comments:
Post a Comment